Saturday, April 14, 2012

Jampersal Salah Arah

JAMPERSAL.
ANGKA Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian lbu (AKI) di Indonesia masih terbilang tinggi  dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Untuk itu perlu diciptakan suatu upaya untuk menurukannya. Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematian ibu, seperti pada saat persalinan dan segera setelah persalinan yaitu karena pendarahan, eklamsia, infeksi, komplikasi peuperium, partus macet, abortus, trauma obstetrik, emboli dan lain—lain.
Kematian ibu juga diakibatkan beberapa faktor risiko keterlambatan, diantaranya terlambat dalam pemeriksaan kehamilan, memperoleh pelayanan persalinan dari tenaga kesehatan dan terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat dalam keadaan emergensi. Untuk itu salah satu upaya pencegahannya adalah melakukan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. Namun sayangnya karena adanya pembenturan dengan biaya, maka terjadilah keterlambatan tersebut.

Menurut hasil Riskesdas 2010, persalinan oleh tenaga kesehatan pada kelornpok sasaran miskin baru mencapai sekitar 69,3%. Sedangkan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan baru mencapai 55,4%.Salah satu kendala penting yang dihadapi masyarakat untuk mengakses persalinan oleh tenaga kesehatan di fasililas kesehatan adalah keterbatasan dan ketertidaksediaan biaya. Maka itu diperlukan kebijakan terobosan untuk meningkatkan persaiinan yang ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatanmelalui kebijakan yang disebut dengan Jaminan Persalinan atau Jampersal.
Jaminan persalinan dimaksudkan untuk menghilangkan hambatan finansial bagi ibu hamil dan bersalin serta pasca persalinan terrnasuk Keluarga Berencana (KB) pasca persalinan, dan pelayanan baru lahir. Dengan dernikian, kehadiranjampersal diharapkan dapat mengurangi terjadinya keterlambatan - keterlambatan diatas sehingga dapat mengakselerasi tujuan pencapaian MDG’s.
Jaminan persalinan meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan normal, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB pasca persalinan, pelayanan bayi baru lahir dan penanganan komplikasi pada kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir. Sasaran yang dijamin oleh Jampersal ini adalah ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir.
Jampersal diberikan kepada ibu-ibu di seluruh Indonesia yang membutuhkan bantuan persalinan secara gratis, baik dari keluarga miskin maupun kaya. Namun Jampersai ini diberikan bagi mereka yang bersedia ditempatkan pada perawatan kelas III rumah sakit pemerintah dan tidak memiliki jaminan kesehatan lain.Selain itu, mereka yang menjalani persalinan dengan Jampersal ini pun bersedia mengikuti program KB setelah proses persalinan.

Baru 45 % Menjalani KB.
Berkaitan dengan adanya kebijakan Jampersal yang diikuti dengan program Keluarga Berencana (KB), maka Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berupaya untuk mengintegrasikan program KB Nasional dalam Jampersal sebagai salah satu komponen yang rnenjadi perhatian untuk mempercepat pencapaian target MDG's.  Dalam hal ini BKKBN akan menjamin terpenuhinya alat, obat, kontrasepsi dan sarana pendukung program keluarga berencana yang diperlukan untuk kelancaran penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi pasca persalinan dan pasca keguguran.
Menurut Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, DR.Dr. Sugiri Syarief,MPA, metode kontrasepsi yang menjadi prioritas program KB Nasional daiam Jampersal adalah Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) yang terdiri dari pelayanan Medis Operatif Wanita (MOW), Medis Operatif Pria (MOP), alat kontrasepsi kondom, ir"nplan,suntikan, pil dan pemasangan IUD. Salah satu program KB yang disarankan untuk Jampersal adalah metode kontrasepsi jangka panjang yaitu pemasangan IUD.
Namun sayangnya, tidak semua peserta yang menjalankan program Jampersal mengikuti program KB tersebut.Saat ini penggunaan KB pada program Jarnpersal baru mencapai 45 persen dari peserta yang mengikuti Jampersal. Hal itu dikarenakan kurangnya informasi dan rnotivasi yang diberikan oleh provider untuk menyarankan peserta Jampersal untuk mengikuti program KB. Bahkan ada bidan yang hanya melayani Jampersalnya saja tanpa melayani program KB.

Menurutnya, ada beberapa pertimbangan rnengapa para provider tidak melanjutkan dengan program KB kepada peserta Jampersal setelah proses persalinan yaitu karena adanya persoalan individual, keterampilan yang belum memadai dan kurang percaya diri dalam pemasangan alat KB. Untuk itu dilakukanlah motiasi kepada provider agar mereka bersedia melaksanakan anjuran KB kepada rnasyarakat.
Selain itu juga adanya pemikiran para ibu yang menganggap bahwa dengan rnenjalankan program KB setelah persalinan dengan Jampersal menghalangi mereka untuk memiliki anak kembali. Padahal tujuannya adalah untuk merencanakan keluarga bukan untuk membatasi keluarga. Dimana perencanaan ini bertujuan agar ibu tidak melahirkan secara terus menurus,karena dikhawatirkandengan seringnya melakukan persalinan maka ibu rnenjadi tidak sehat, mengalami ane-mia,perdarahan dan pada akhirnya bisa menyebabkan kematian bagi ibu.
Untuk tahun depan, Dr. Sugiri menargetkan peserta yang rnengikuti program Jampersal bisa menjalankan program penggunaan KB sebanyak 70 persen. Artinya tinggal 25 persen lagi untuk mencapai target tersebut.

Masih Salah Arah.
Menurut pengarnat kesehatan masyarakat Dr. Kartono Mohamad, jika dilihat di atas kertas, Jarnpersal memiliki tujuan yang bagus. Namun dalarn pelaksanaannya terdapat masalah dan masih salah arah. Hal itu dikarenakan dalam pelaksanaanya di Iapangan tidaklah sesuai meskipun ada panduan dari Kemenkes.

Permasalahan pertama yang muncul di lapangan adalah masalah penggantian dana Jampersal. Dimana para bidan di daerah mendapatkan penggantian biaya Jampersal 6 bulan kemudian. Bahkan karena adanya peraturan pemerintah daerah membuat dana pengganti tidak diterima 100 persen. Sedangkan permasalahan kedua adalah tidak ada nya insentif untuk para bidan yang bekerja dengan lebih baik. Kalau pun memang mendapatkan, maka hasil yang diperolehnya sangatlah kecil bila dibandingkan dengan menolong sendiri. Akibat dari permasalahan tersebut maka banyak pasien yang akhirnya dirujuk ke rumah sakit dan rumah sakit pun kewalahan menghadapi pasien Jampersal. Belum lagi rumah sakit itu harus menghadapi penggantian Jampersal yang tidak langsung diperoleh saat itu juga.
"Lalu bagaimana dengan program KB setelah menjalani persalinan dengan Jarnpersal jika pasien tersebut tidak mau menjalankan program KB yang disarankan. Apakah mereka akan dikenakan sanksi atau denda?," ujar Dr. Kartono penuh tanya.

Dr. Kartono mengusulkan bahwa dana Jampersal itu sebaiknya bisa dibagi, yaitu sebagian untuk menangani persalinan dan sebagiannya lagi untuk bidannya. Namun dengan syarat para bidan bisa memberikan pelayanan persalinan dan mengurangi angka kernatin ibu dan bayi. Dengan begitu lama kelamaan bidan akan terinsentif dan bisa memberikan hasil yang baik.Jadi sebaiknya program ini juga diberikan pacuan buat para bidannya agar bisa mengurangi angka kematian tersebut.
Mengenai klaim Jarnpersal yang diterima setelah enam bulan dan tidak diterima sepenuhnya atau terjadi pemotongan-pemotongan ini ternyata terjadi di wilayah Bima, Nusa Tenggara Barat. Bidan Roosmany Leolang rnengatakan Jampersal yang terjadi di daerahnya tidak semulus seperti yang digambarkan, karena yang terjadi adalah tersendatnya pembayaran klaim Jampersal tersebut.

No comments:

Post a Comment