Jangan
memaksa Anak belajar di luar kemampuannya
Karena ingin
anak pintar, di usia 1 tahun 8 bulan, ia sudah saya masukkan ke klub untuk
belajar. Namun apa yang dialami seorang teman membuat saya sadar dan tidak lagi
memaksa belajar di luar kemampuannya.
Semua orang
tua menginginkan buah hatinya menjadi anak yang pintar. Tapi sudah benarkah
cara kita mendidik mereka agar menjadi pintar? Apa yang saya alami beberapa
waktu lalu semoga dapat menjadi pelajaran bagi para orang tua agar lebih
bijaksana dalam mendidik anak.
Ketika itu
saya membawa anak pertama yang masih bayi berusia 1 tahun 8 bula ke sebuah klub
belajar untuk anak-anak. Disana dia diajarin menulis angka dan huruf, bahasa
inggris serta matematika diselingi bernyanyi dan bermain. Klub tempat anak saya
belajar menerima murid usia berapa saja, meski lebih dianjurkan berusia 2 tahun
ke atas. Saya memasukkan anakn saya sebelum usia 2 tahun dengan harapan ia akan
menjadi anak yang pintar.
Suatu hari
ibu saya menemani ke klub. Di sana beliau melihat teman anak saya yang usianya
lebih mudah, belum 1 tahun, bahkan belum bisa berjalan. Spontan ibu berkata : “
Kasihan, bayi baru brojol kemarin sudah disuruh mikir.”
Ibu saya
merasa kasihan melihat anak yang masih terlalu kecil, bahkan masih bayi dipaksa
untuk belajar. Saya tersenyum mendengarnya. Kebetulan anak teman saya itu
satu-satunya yang belum bisa berjalan. Karena rata-rata anak yang belajar
disana sudah berusia 2 tahun. Kata-kata ibu itu juga menginatkan saya untuk
tidak memaksakan anak belajar. Saya tersadar anak saya juga sebenarnya masih
sangat kecil, bahkan masih menyusui.
Memang zaman
sekarang sangat berbeda dengan zaman dulu. Dulu orang tua kita kebanyakan
langsung mendaftarkan anaknya ke SD. Meski sudah ada TK, tapi tidak semua orang
tua memasukkan anaknya ke TK. Kedua kakak saya juga tidak sekolah TK, namun
otak mereka tidak kalah dengan
teman-teman mereka yang masuk TK. Begitu pula dengan teman-teman saya yang
langsung masuk SD, tanpa melalui TK, banyak juga yang pintar bahkan mendapatkan
beasiswa sekolah ke luar negeri.
Setiap orang
tua memang mempunyai cara berbeda dalam mendidik anak, apalagi untuk urusan
sekolah. Belum lagi zaman sekarang di mana biaya sekolah semakin mahal.
Pendidikan gratis tidak bisa dinikmati semua anak. Masih banyak anak di
Indonesia yang tidak sekolah atau putus sekolah karena tidak ada biaya. Tidak
sedikit pula yang terpaksa mengais rejeki dijalanan demi membantu orang tuanya
mencari uang. Kasihan sekali nasib mereka, di usia belajar dan bermain, malah
harus bekerja mencari uang.
Sekolah di
zaman sekarang memang beragam jenisnya, ada klub anak, pre school, taman
bermain dan lain sebagainya. Semua tergantung pada kemauan dan kemampuan orang
tua untuk membiayai serta bergantung pada konsep dan cara orang tua mendidik
anak. Jangan sampai terjadi seperti yang menimpa teman saya. Anaknya dipaksa
belajar. Harus rank 1 di sekolah.nilai harus sepuluh ata paling jelek 9.
Parahnya lagi sampai mengunci pintu kamar anaknya supaya belajar karena
prestasinya menurun, dari ranking 1 jadi ranking 2.
Apa yang
terjadi kemudian begitu tragis. Anak teman saya itu meninggal saat belajar di
kamarnya akibat mengalami kerusakan pada otaknya. Sungguh menyedihkan, hanya
karena mengikuti keinginan orang tua, anak harus menderita sampai menghembuskan
napas terakhir. Meski umur manusia sudah ditentukan Tuhan, namun kejadian ini
dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua orang tua untuk tidak memaksakan
anak belajar tanpa memberinya kesempatan untuk bermain.
Sejatinya
secara alamiah proses belajar memang sudah mulai sejak lahir. Namun jangan
sampai anak dipaksa belajar diluar kemampuan psikis dan fisiknya. Mau langsung
SD tanpa melalui TK atau pre school, sah” saja, yang penting anak tetap punya
waktu belajar dan juga waktu untuk bermain. Apalagi di usia kanak”, anak” masih
senang bermain. Jangan sampai menyesal di kemudian hari, seperti yang dialami
teman saya itu, anak menjadi korban dari orang tua yang memaksakan anak belajar
di luar kemampuannya.
Berangkat
dari situ, akhirnya saya mengikuti nasihat ibu saya untuk tidak memaksakan anak
belajar. Jika dia ingin bermain maka saya akan mengizinkan dan menemaninya
bermain sementara teman-temannya belajar. Namun bila dia ingin belajar, saya
pun akan menemaninya masuk kelas untuk belajar. Memang benar, ada waktu
belajar, ada pula waktu bermain. Kita tidak boleh memaksakan anak untuk
belajar,apalagi bila belum masuk usia sekolah. Sebagai orang tua, kita harus
bijaksana dalam mendidik anak. Pandai-pandailah membagi waktu untuk belajar dan
bermain sehingga anak tidak jenuh dan tertekan. R.
Dewi – Bekasi
No comments:
Post a Comment