Friday, May 17, 2013

Jangan Memaksa Anak Belajar DiLuar Kemampuannya



Jangan memaksa Anak belajar di luar kemampuannya
Karena ingin anak pintar, di usia 1 tahun 8 bulan, ia sudah saya masukkan ke klub untuk belajar. Namun apa yang dialami seorang teman membuat saya sadar dan tidak lagi memaksa belajar di luar kemampuannya.

Semua orang tua menginginkan buah hatinya menjadi anak yang pintar. Tapi sudah benarkah cara kita mendidik mereka agar menjadi pintar? Apa yang saya alami beberapa waktu lalu semoga dapat menjadi pelajaran bagi para orang tua agar lebih bijaksana dalam mendidik anak.
Ketika itu saya membawa anak pertama yang masih bayi berusia 1 tahun 8 bula ke sebuah klub belajar untuk anak-anak. Disana dia diajarin menulis angka dan huruf, bahasa inggris serta matematika diselingi bernyanyi dan bermain. Klub tempat anak saya belajar menerima murid usia berapa saja, meski lebih dianjurkan berusia 2 tahun ke atas. Saya memasukkan anakn saya sebelum usia 2 tahun dengan harapan ia akan menjadi anak yang pintar.
Suatu hari ibu saya menemani ke klub. Di sana beliau melihat teman anak saya yang usianya lebih mudah, belum 1 tahun, bahkan belum bisa berjalan. Spontan ibu berkata : “ Kasihan, bayi baru brojol kemarin sudah disuruh mikir.”
Ibu saya merasa kasihan melihat anak yang masih terlalu kecil, bahkan masih bayi dipaksa untuk belajar. Saya tersenyum mendengarnya. Kebetulan anak teman saya itu satu-satunya yang belum bisa berjalan. Karena rata-rata anak yang belajar disana sudah berusia 2 tahun. Kata-kata ibu itu juga menginatkan saya untuk tidak memaksakan anak belajar. Saya tersadar anak saya juga sebenarnya masih sangat kecil, bahkan masih menyusui.
Memang zaman sekarang sangat berbeda dengan zaman dulu. Dulu orang tua kita kebanyakan langsung mendaftarkan anaknya ke SD. Meski sudah ada TK, tapi tidak semua orang tua memasukkan anaknya ke TK. Kedua kakak saya juga tidak sekolah TK, namun otak mereka  tidak kalah dengan teman-teman mereka yang masuk TK. Begitu pula dengan teman-teman saya yang langsung masuk SD, tanpa melalui TK, banyak juga yang pintar bahkan mendapatkan beasiswa sekolah ke luar negeri.
Setiap orang tua memang mempunyai cara berbeda dalam mendidik anak, apalagi untuk urusan sekolah. Belum lagi zaman sekarang di mana biaya sekolah semakin mahal. Pendidikan gratis tidak bisa dinikmati semua anak. Masih banyak anak di Indonesia yang tidak sekolah atau putus sekolah karena tidak ada biaya. Tidak sedikit pula yang terpaksa mengais rejeki dijalanan demi membantu orang tuanya mencari uang. Kasihan sekali nasib mereka, di usia belajar dan bermain, malah harus bekerja mencari uang.
Sekolah di zaman sekarang memang beragam jenisnya, ada klub anak, pre school, taman bermain dan lain sebagainya. Semua tergantung pada kemauan dan kemampuan orang tua untuk membiayai serta bergantung pada konsep dan cara orang tua mendidik anak. Jangan sampai terjadi seperti yang menimpa teman saya. Anaknya dipaksa belajar. Harus rank 1 di sekolah.nilai harus sepuluh ata paling jelek 9. Parahnya lagi sampai mengunci pintu kamar anaknya supaya belajar karena prestasinya menurun, dari ranking 1 jadi ranking 2.
Apa yang terjadi kemudian begitu tragis. Anak teman saya itu meninggal saat belajar di kamarnya akibat mengalami kerusakan pada otaknya. Sungguh menyedihkan, hanya karena mengikuti keinginan orang tua, anak harus menderita sampai menghembuskan napas terakhir. Meski umur manusia sudah ditentukan Tuhan, namun kejadian ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua orang tua untuk tidak memaksakan anak belajar tanpa memberinya kesempatan untuk bermain.
Sejatinya secara alamiah proses belajar memang sudah mulai sejak lahir. Namun jangan sampai anak dipaksa belajar diluar kemampuan psikis dan fisiknya. Mau langsung SD tanpa melalui TK atau pre school, sah” saja, yang penting anak tetap punya waktu belajar dan juga waktu untuk bermain. Apalagi di usia kanak”, anak” masih senang bermain. Jangan sampai menyesal di kemudian hari, seperti yang dialami teman saya itu, anak menjadi korban dari orang tua yang memaksakan anak belajar di luar kemampuannya.
Berangkat dari situ, akhirnya saya mengikuti nasihat ibu saya untuk tidak memaksakan anak belajar. Jika dia ingin bermain maka saya akan mengizinkan dan menemaninya bermain sementara teman-temannya belajar. Namun bila dia ingin belajar, saya pun akan menemaninya masuk kelas untuk belajar. Memang benar, ada waktu belajar, ada pula waktu bermain. Kita tidak boleh memaksakan anak untuk belajar,apalagi bila belum masuk usia sekolah. Sebagai orang tua, kita harus bijaksana dalam mendidik anak. Pandai-pandailah membagi waktu untuk belajar dan bermain sehingga anak tidak jenuh dan tertekan. R. Dewi – Bekasi

No comments:

Post a Comment