Wednesday, May 8, 2013

Pekerja Keras VS Pekerja Cerdas



Alkisah, hiduplah seorang guru sepuh di sebuahpadepokan yang jauh dari hiruk pikuk duniawi. Sang guru sangat disegani sebagai maha pendekar yang memiliki ilmu yang tiada tanding. Ketika tiba saatnya Ia ingin mengundurkan diri dari rimba persilatan, maka dikumpulkannya sejumlah murid-murid pilihannya. Ia pun bersabda; bahwa akan segera mewariskan dua hal penting kepada muridnya yang terpilih sebagai penerusnya kelak, yaitu padepokan yang selama ini Ia rintis dan jurus simpanan pamungkas yang membuatnya dikenal dan disegani di rimba persilatan.
Dari sejumlah murid pilihan yang dipersiapkan sebagai penerus, akhirnya mengerucut kepada dua murid unggulan. Keduanya memiliki ilmu seimbang dan mereka memang dikenal sangat menonjol dibanding dengan murid lainnya. Keduanya memang sering menjadi contoh partner tanding yang ideal bagi murid-murid perguruan. Dari beberapa babak pertandingan untuk menentukan siapan di antara mereka yang unggul, selalu menunjukkan hasil seri.
Karena tidak ada yang menang dan kalah dari sejumlah babak pertandingan, maka sang guru akhirnya mengambil alih persoalan dengan meminta mereka berdua datang menghadap di ruang pribadinya tepat pada tengah malam. Ketika keduanya telah menghadap, maka sang guru pun berkata: “Wahai muridku yang tercinta. Untuk menentukan siapa di antara kalian yang pantas mewarisi ilmu dan memimpin perguruan kita kelak, maka aku akan memberi kalian ujian penentuan akhir. Maka dalam rangka itulah aku panggil kalian malam ini. Kuperintahkan besok pukul tujuh tepat kalian sudah boleh pergi ke hutan mencari ranting pohon dan siapa yang pulang membawa ranting terbanyak sebelum lewat pukul lima sore, maka dialah pemenangnya”.
Sebelum mereka meninggalkan ruangan padepokan, sang guru berpesan dengan berkata: “Wahai muridku, dalam mengumpulkan ranting aku hanya membekali kalian masing-masing dengan sebilah parang. Jika ada yang belum jelas, silahkan tanyakan sekarang”. Karena merasa tugas tersebut cukup mudah dan sudah dimengerti, mereka pun menjawab serentak; “sudah sangat jelas guru”. “Baik, kalau begitu, segeralah kalian pulang istirahat, besok ujian tugas penentuan menanti kalian”.
Setibanya di kediaman masing-masing, murid pertama langsung ke pembaringan untuk istirahat memulihkan tenaga yang seharian terkuras di arena pertandingan. Ia pun memfokuskan diri pada persiapan kerja keras esok untuk hasil yang maksimal. Ia akan memanfaatkan waktu selama sepuluh jam untuk mendapatkan ranting kayu sebanyak-banyaknya. Olehnya itu, Ia harus cepat tidur agar dapat bangun lebih awal dan bisa siap tepat waktu berangkat ke hutan pukul tujuh pagi. Maka Ia pun langsung tertidur lelap.

Sementara itu, murid kedua tidak langsung pergi tidur. Hal pertama kali Ia lakukan sesampainya di kamar, adalah langsung memeriksa parang pemberian sang guru. Ia pun terkejut keheranan, karena parangnya ternyata tumpul dan berkarat. Langsung terlintas dalam pikirannya, bahwa dengan parang seperti itu, pasti akan menyulitkan untuk mendapatkan ranting sebanyak-banyaknya, mengingat waktu yang diberikan begitu terbatas. Ia pun memutar otak mencari akal, hingga akhirnya menemukan dua ide cemerlang. Merasa puas dengan ide temuannya, Ia pun bersegera ke pembaringan untuk istirahat dengan perasaan berbunga-bunga. Ia optimis, bahwa esok hari pasti dirinyalah pemenangnya. Maka Ia pun tertidur pulas.
Keesokan harinya, si murid pertama bangun lebih awal dan tepat pukul tujuh Ia langsung ke hutan bekerja keras memungut ranting sebanyak-banyaknya. Pukul 12.00 siang, Ia pun kelelahan dan terpaksa istirahat. Betapa tidak, karena parang tumpul dan berkarat yang Ia gunakan itu, telah menguras habis tenaganya. Ia tak pernah berpikir dan tak sempat lagi untuk mengasahnya, karena dipikirannya hanya bagaimana mengumpulkan ranting sebanyak-banyaknya tanpa pernah berpikir bagaimana cara mengumpulkannya. Ia pun hanya fokus dan terdera batas waktu maksimal kerja sepuluh jam sehingga tidak mau terlambat sedikitpun.
Sementara itu, murid kedua baru bangun pukul delapan pagi karena terlambat tidur malam harinya. Tetapi ia tidak langsung pergi ke hutan mencari ranting kayu yang diperintahkan gurunya. Ia justru pergi mengasah parangnya hingga tajam, kemudian pergi mencari tali dan sebatang tongkat pikulan. Itulah dua ide cemerlang yang didapatkannya semalam. Tepat pukul sepuluh Ia berangkat ke hutan membabat setiap ranting dan mengumpulkannya hingga terkumpul dua gundukan ranting lalu mengikatnya menjadi dua bagian untuk masing-masing pikulan bagian depan dan belakang. Pukul tiga sore, Ia sudah siap pulang dengan dua pikulan besar. Berarti dia hanya membutuhkan waktu lima jam untuk mengumpulkan ranting yang dia butuhkan. Karena masih tersisa waktu dua jam lagi, maka Ia pun istirahat sejenak dan tidak terburu-buru pulang. Setelah merasa nyaman, Ia pun pulang tepat pukul empat sore dan tiba di padepokan sebelum pukul lima.
Berbeda halnya dengan murid pertama yang cara kerjanya banyak menguras energi hingga kelelahan dan terpaksa harus istirahat sejenak dari mengumpulkan ranting dengan parangnya yang tumpul dan berkarat. Seusai istirahat, Ia pun masih harus melanjutkan kerja mengumpul ranting kayu sesuai target batas maksimal. Dan sesudahnya, Ia pun terpaksa keliling kesana kemari mencari bahan tali pengikat ranting kayu yang berhasil Ia kumpulkan. Gundukan ranting yang berhasil Ia ikat tersebut, lalu Ia panggul pulang.
Melihat tata cara murid pertama mengumpul dan membawa ranting kayu pulang, dapat disimpulkan bahwa hal itu jelas jauh lebih terbatas serta tidak efektif dan efisien jika dibanding dengan tata cara murid kedua. Murid pertama hanya mampu membawa satu ikat ranting dengan memanggulnya, sementara murid kedua sanggup membawa dua gundukan ikat ranting dengan cara memikulnya. Itu pun dilakukan dengan hanya menggunakan separuh waktu (lima jam) dari sepuluh jam yang disediakan. Maka dengan demikian, kompetisi penentuan akhir dimenangkan dengan sangat elegan oleh murid kedua. Walaupun murid pertama sudah berusaha maksimal dengan kerja keras, Ia belum bisa mengalahkan murid kedua yang telah dengan sukses bekerja secara efektif dan efisien karena memakai cara cerdas mencapai tujuan.
Dengan demikian, untuk sukses merebut sebuah prestasi atau memenangkan sebuah kompetisi, dibutuhkan kerja cerdas tidak cukup hanya dengan kerja keras.
Seorang pekerja cerdas tidak akan pernah terdikte oleh jenis pekerjaan, tetapi dialah yang mendikte jenis pekerjaan yang sedang dihadapinya, sehingga tidak merasa terbebani oleh pekerjaan dan di saat sedang melakoni pekerjaan, Ia senantiasa enjoy dengan hasil optimal yang dilakukannya secara efektif dan efisien.
Salah satu cara bekerja cerdas dalam menyelesaikan pekerjaan, adalah dengan menemukan daya pengungkit guna mengakali beban kerja yang sedang Ia hadapi. Contoh perbandingan jenis daya pengungkit dalam bekerja, adalah bagaimana seorang montir mobil mengangkat mobil yang sedang Ia perbaiki dengan tidak menggunakan banyak tenaga manusia tetapi cukup dengan menggunakan alat dongkrak. Dengan alat dongkrak Ia bisa mengangkat beban berat seorang diri tanpa perlu dibantu dengan banyak orang. Dongkrak sebagai daya pengungkit adalah contoh praktis dalam bekerja cerdas, sebagaimana sang murid kedua menemukan daya pengungkit berupa tali, tongkat pemikul dan batu pengasah tajam yang Ia gunakan dalam bekerja. Naah... sudahkan Anda menemukan daya pengungkit dalam bekerja? Jika sudah, berarti Anda sudah tergolong cerdas dalam bekerja.  Selamat bekerja dengan cerdas

No comments:

Post a Comment