Monday, May 6, 2013

Gangguan Bipolar



Gangguan bipolar ialah gangguan kejiwaan di mana seseorang mudah mengalami perubahan alam perasaan, dari keadaan gembia menjadi sedih, atau sebaliknya. Gangguan ini semakin marak diperbincangkan. Kenali gejalanya dan segera kendalikan dengan terapi yang optimal. Sebab jika tidak segera tertangani, memperbesar resiko bunuh diri.

MENGENDALIKAN GANGGUAN BIPOLAR
Aktris cantik asal Amerika Serikat, Demi Lovato(19) mengakui dirinya mengidap gangguan bipolar (GB). Dia baru mengetahui hal tersebut kala dirawat akibat penyakit anoreksia dan bulimia, selama tiga bulan di pusat rehabilitasi Mengenang masa kecil, Demi mengungkap jika dirinya dulit mengendalikan tindakan dan emosi. Di masa manic(gembira), dia pernah menulis sebanyak tujuh lagu dalam waktu semalam dan tubuhnya tetap terjaga hingga pukul 05.30.
Demi hanyalah salah satu dari sekian banyak orang yang tidak sadar jika dirinya mengalami gangguan bipolar. Menurut kepala Departemen Prikiatri FKUI/RCSM, dr AAA Agung Kusumawardhani, SpJK (K), bipolar adalah gangguan kejiwaan bersifat episodic dan di tandai dengan gejalan perubahan alam perasaan atau mood.
“Gangguan ini kronis dan berlangsung seumur hidup. Sering kambuh dalam waktu tertentu, serta berisiko fatal,” ungkapnya pada seminar di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Keadaan mood pada gangguan bipolar disebut episode, yang terdiri dari lima macam, yakni depresi, campuran, eutimia(normal), manic, dan hipomanik. Pada wakt tertentu, pasien akan mengalami mood sedih berlebihan atau depresi. Dia tampak kehilangan minat dan rasa senang, merasa bersalah, tidak berharga, kelelahan, konsentrasi menurun, hingga tercetus ide untuk bunuh diri.
Di lain waktu, dia berada pada posisi kebalikannya, manic : percaya dirinya meningkat, banyak bicara, merasa tidak membutuhkan tidur, dan melakukan aktivitas secara berlebihan. Selain itu, pasien pun bisa mengalami campuran antara depresi dan manic. Bahkan, tidak jarang merasakan perbahan mood yang demikian cepat.

SERING TIDAK TERDETEKSI
Penyebab gangguan bipolar bersifat multifactor, mulai dari factor keturunan, biologi otak, hingga stress psikososial. Riwayat keluarga menyumbang sekitar 60-65 persen kemungkinan terjadinya gangguan ini. Umumnya, gejala awalnya terjadi di usia remaja atau awal 20 tahun. Tidak jarang, episode pertama baru dialami saat menginjak umur dewasa tengah atau lanjut. Gangguan ini juga ditemukan pada anak-anak, meski jumlahnya tidak banyak.
Menurut agung kusumawardhani, diagnosis gangguan bipolar cukup sulit ditegakkan. Pasalnya, gejala yang ditampilkan cukup bervariasi dan cenderung tumpah tindih dengan gangguan kejiwaan lain. Tidak heran jika kemudian terjadi misdiagnosis, yang kebanyakan mengarah kepada depresi dan skizofrenia.
“Sebenarnya prevalensi gangguan ini cukup tinggi, saying sering tidak terdeteksi. Umur awitan(jumlah waktu ang diperlukan suatu obat untuk mulai bekerjared) dan tampilan gejala yang berbeda-beda menjadi salah satu tantangan dalam menegakkan diagnosis. Selain itu banyak kormobiditas atau penyakit penyerta pada gangguan bipolar. Gangguan kecemasan merupaka kormoditas yang paling sering mumcul,” tutur  Kusumawardhani.
Berdasarkan Diagnostic dan Statistical Manual of Mental Disorders, gangguan ini terbagi menjadi empat tipe, yakni GB I, GB II, GB not Otherwise Specified(NOS), dan GB Cyclothymia. Gejala GB I adalah munculnya satu atau lebih episode manic atau campuran, dan biasanya diikuti pula dengan episode depresi mayor. Hal ini membuat kondisi pasien cukup parah dan perlu dirawat di rumah sakit.
GB II terdiri atas satu atau lebih episode depresi mayor, lalu diikuti sedikinya satu episode hipomanik. Namun, tidak pernah ada episode manic dan campuran. Sementara GB NOS muncul dengan gejala bipolar, tetapi tidak memenuhi criteria GB secara spesifik. Terakhir , GB Cyclothmia yang ditandai dengan sejumlah episode hipomanik atau depresi, tetapi belum memenuhi criteria manic atau depress mayor. Gejalanya masin ringan, tapi ada kemungkinan berkembang menjadi GB I dan II.
Dilihat dari jenis kelamin, laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang sama untuk terkena gangguan bipolar. “ Perbadingan 1 : 1 pada tipe GB I, sedangkan pada GB II, laki-laki lebih sedikit dari perempuan, yakni 1 : 2. Biasanya,manic menjadi episode pertama yang dialami laki”, sementara perempuan mengalamai episode depresi. Jika dilihat dari sisi edukasi dan social ekonomi, gangguan bipolar sering terjadi pada kelompok A dan B.

PERLU TERAPI OPTIMAL
Terjadinya misdiagnosis membuat terapi sering terlambat. Pasien pun mengalami depresi berat dan menunjukkan perilak berbahaya, baik dari dirinya sendiri maupun orang lain. Risiko bunuh diri pun semakin besar.
“ Angka kematian pada pasien bipolar jumlahnya 2-3 kali lebih tinggi daripada skizofrenia. Sekitar 10-20 persen meninggal karena bunuh diri, dan sebanyak 30 persesn kasus pernah mencoba tindakan menghilangkan nyawa dirinya sendiri. Demi mencegah kekambuhan dan risiko fatal, pasien memerlukan terapi psikofarmakologi serta psikoterapi jangka panjang,” kata Agung.
Deteksi ini menggunakan the mood disorder Questionaire (MDQ) bisa dilakukan untuk mengenali gejala bipolar. Waspadai jika tampak gejala berikut, yakni perasaan gembira yang lebih dari biasanya, cepat marah, kepercayaan diri sangat tinggi, merasa tidak membutuhkan tidur, banyak bicara atau berbicara lebih cepat dari biasanya, energik, pikiran berlomba, konsentrasi mudah teralih, bermasalah dengan lingkungan social dan pekerjaan, lebih tertarik terhadap seksualitas, suka berprilaku menimbulkan resiko, dan boros.
Dijelaskan Agung, Kusumawadhani, ada pula rumus ‘tiga’ yang dapat digunakan untuk memprediksinya. “ Coba perhatikan, apakah mengalami episode depresi mayor, kegagalan pernikahan, kegagalan merespons antidepresan, atau memiliki profesi yang berbeda atau bekerja simultan, memiliki saudara kandung(generasi pertama) yang mengalami gangguan mood, terindikasi penyalahgunaan zat, beperilaku impulsive, berpacaran secara simultan, terdiagnosis gangguan kepribadian, dan menyukai benda berwarna merah. Bila memiliki tiga atau lebih dari kategori itu, maka ada kemungkinan mengidap gangguan bipolar.”
Pemeriksaan fisik dan wawancara klinis dengan psikiater menjadi tahap selanjutnya untuk penegakan diagnosis. Karena kondisi pasien cenderung memburuk jika tidak dikendalikan, tata laksana pengobatan harus benar-benar dilakukan.
Pengobatan disesuaikan dengan fase episode. Pertama, fase terapi akut yang bertujuan mengendalikan gejala dan mencapai remisi. Obat mood stabilizer, yakni sodium divalproat, dan psikoedukasi tentang gangguan bipolar sangat penting pada fase ini. Kedua, fase terapi berkelanjutan, yang membutuhkan waktu sekitar 2-6 bulan, tergantung sifat individunya. Harapannya, fase ini berakhir pada kondisi pulih, meski tidak selalu demikian. Jika terjadi kekambuhan, harus kembali lagi ke fase pertama. Ketiga, fase terapi pemeliharaan, yang bertujuan menstabilkan mood, mencegah kambuh, dan memfasilitasi pasien agar kembali merasakan hidup sepenuhnya.
Risiko gangguan bipolar bisa dikendalikan dengan diagnosis akurat dan terapi yang optimal. Dengan begitu, kualitas pasien pun membaik. Tidak kalah penting, dukungan keluarga dan lingkungan sekitar dapat pula mencegah kekambuhan. Berikan rasa nyaman dan kehangatan pada pasien. Jangan sampai dijauhi, apalagi diberukan stigma negative. (Sitti Rahmani)

Waspadai jika tampak gejala berikut: perasaan gembira berlebihan, cepat marah, kepercayaan diri tinggi, konsentrasi mudah beralih, dan pikiran berlomba.

No comments:

Post a Comment